#Pojok Sejarah
Awal Mula: Kebangkitan Bangsa Amorit
Sejarah Babilonia dimulai
sekitar awal milenium kedua SM ketika bangsa Amorit, suku Semit nomaden, mulai
menetap di Mesopotamia. Mereka secara bertahap mengambil alih kota-kota yang
sebelumnya dikuasai oleh bangsa Sumeria dan Akkadia. Pada sekitar tahun 1894
SM, seorang pemimpin Amorit bernama Sumu-abum mendirikan dinasti pertama di
Babilon, yang saat itu masih merupakan kota kecil. Selama lebih dari satu abad
berikutnya, para penerusnya perlahan-lahan memperluas wilayah kekuasaan mereka.
Puncak Pertama: Kekaisaran Babilonia Lama dan Kode Hammurabi
Masa kegemilangan pertama
Babilonia terjadi di bawah pemerintahan raja ke-6 nya, Raja Hammurabi
(memerintah sekitar 1792-1750 SM). Hammurabi adalah seorang ahli militer dan
diplomat ulung yang berhasil menaklukkan seluruh Mesopotamia, menyatukan
wilayah-wilayah yang terpecah di bawah panji Babilon. Dengan penaklukan ini, ia
mendirikan Kekaisaran Babilonia Lama.
Namun, pencapaian Hammurabi yang
paling terkenal adalah kodifikasi hukumnya yang monumental, yang dikenal
sebagai Kode Hammurabi. Terpahat pada sebuah prasasti batu
setinggi lebih dari dua meter, kode ini berisi 282 hukum yang mengatur berbagai
aspek kehidupan masyarakat, mulai dari perdagangan dan properti hingga keluarga
dan perbudakan. Salah satu prinsipnya yang paling dikenal adalah "mata
ganti mata, gigi ganti gigi" (lex talionis), yang mencerminkan upaya untuk
menciptakan keadilan yang setimpal. Kode Hammurabi merupakan salah satu
perangkat hukum tertulis terlengkap dan tertua di dunia, yang memberikan
wawasan berharga tentang struktur sosial dan keadilan pada masa itu.
Selain hukum, peradaban
Babilonia Lama juga mencapai kemajuan signifikan dalam bidang matematika,
mengembangkan sistem bilangan berbasis 60 (seksagesimal) yang jejaknya masih
dapat kita temukan hingga kini dalam pembagian waktu (60 detik dalam satu menit,
60 menit dalam satu jam) dan lingkaran (360 derajat). Mereka juga ahli dalam
astronomi, mengamati pergerakan bintang dan planet untuk tujuan keagamaan dan
pertanian.
Setelah kematian Hammurabi,
kekuatan Kekaisaran Babilonia Lama perlahan-lahan memudar. Serangan dari bangsa
Het pada sekitar tahun 1595 SM akhirnya meruntuhkan dinasti Hammurabi.
Masa Peralihan: Dominasi Bangsa Kass
Setelah jatuhnya Kekaisaran
Babilonia Lama, Babilonia memasuki periode yang dikuasai oleh bangsa Kass, suku
dari Pegunungan Zagros. Bangsa Kass memerintah selama lebih dari empat abad
(sekitar 1595-1155 SM). Meskipun tidak se-inovatif pendahulu mereka, bangsa
Kass berhasil menjaga stabilitas dan melestarikan budaya Babilonia yang sudah
ada. Mereka mengadopsi dewa-dewi dan praktik keagamaan Babilonia, memastikan
kelangsungan tradisi budaya di wilayah tersebut.
Puncak Kedua: Kegemilangan Kekaisaran Babilonia Baru
Setelah periode dominasi Asiria,
Babilonia bangkit kembali dengan kekuatan penuh di bawah Kekaisaran Babilonia
Baru atau Kekaisaran Kasdim (626-539 SM). Pendirinya adalah Nabopolassar,
seorang pemimpin Kasdim yang berhasil memberontak melawan kekuasaan Asiria dan
merebut kembali kemerdekaan Babilonia.
Puncak kegemilangan Kekaisaran
Babilonia Baru dicapai di bawah pemerintahan putra Nabopolassar, Nebukadnezar
II (memerintah 605-562 SM). Nebukadnezar II adalah seorang penguasa yang
ambisius dan pembangun yang hebat. Ia melancarkan kampanye militer yang sukses,
memperluas kekaisarannya hingga ke Suriah dan Yudea, termasuk penaklukan
Yerusalem pada tahun 586 SM.
Di bawah pemerintahannya, kota Babilon dibangun kembali menjadi kota metropolis yang paling megah di dunia kuno. Proyek-proyek arsitekturnya yang monumental menjadi legenda, di antaranya:
- Gerbang Ishtar: Gerbang masuk utama ke kota Babilon yang dihiasi dengan bata berlapis glasir biru cemerlang dan relief-relief naga (simbol dewa Marduk) dan banteng (simbol dewa Adad). Gerbang ini merupakan simbol kemegahan dan kekuatan Babilonia.
- Taman Gantung Babilonia: Meskipun keberadaan arkeologisnya masih menjadi perdebatan, Taman Gantung digambarkan oleh para sejarawan kuno sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno. Konon, taman ini dibangun oleh Nebukadnezar II untuk istrinya yang merindukan pemandangan hijau di tanah kelahirannya. Taman ini digambarkan sebagai serangkaian teras bertingkat yang ditanami berbagai macam pohon dan tanaman eksotis, diairi oleh sistem irigasi yang canggih.
- Ziggurat Etemenanki: Sebuah menara kuil besar yang didedikasikan untuk dewa pelindung Babilon, Marduk. Bangunan ini sering dihubungkan dengan kisah Menara Babel dalam Alkitab.
Masyarakat Babilonia Baru juga
terus mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya astronomi. Para astronom
Babilonia menciptakan zodiak dan mengembangkan metode matematika untuk
memprediksi pergerakan benda-benda langit.
Keruntuhan Peradaban Babilonia
Setelah kematian Nebukadnezar
II, Kekaisaran Babilonia Baru mulai mengalami kemunduran. Para penggantinya
kurang cakap dan menghadapi perselisihan internal. Raja terakhir Babilonia,
Nabonidus (memerintah 556-539 SM), tidak populer di kalangan para pendeta dewa
Marduk karena ia lebih memuja dewa bulan, Sin. Ia juga menghabiskan waktu
bertahun-tahun di pengasingan di Arab, menyerahkan pemerintahan kepada
putranya, Belsyazar.
Kondisi internal yang tidak
stabil ini dimanfaatkan oleh kekuatan baru yang sedang naik daun di timur:
Persia. Pada tahun 539 SM, Koresh Agung, raja Kekaisaran Akhemeniyah Persia,
menyerbu Babilonia. Menurut catatan sejarah, pasukan Persia berhasil menaklukkan
kota Babilon tanpa pertempuran besar, kemungkinan dengan mengalihkan aliran
Sungai Efrat untuk memasuki kota.
Jatuhnya Babilon ke tangan Persia menandai berakhirnya Kekaisaran Babilonia Baru dan akhir dari era dominasi Mesopotamia oleh bangsa asli. Meskipun kota Babilon tetap menjadi pusat budaya dan administrasi yang penting di bawah kekuasaan Persia, kemandirian politiknya telah sirna. Peradaban Babilonia, dengan segala pencapaiannya yang luar biasa dalam hukum, arsitektur, dan ilmu pengetahuan, telah mencapai akhir dari perjalanannya yang panjang dan gemilang, namun warisannya terus hidup dan mempengaruhi peradaban-peradaban berikutnya.