Kebudayaan Mesopotamian Jantung Peradaban Dunia

14 Aug 2025
Pernahkah Anda membayangkan sebuah peradaban yang menciptakan hukum "mata ganti mata" ribuan tahun sebelum masehi? Atau sebuah kota megah dengan gerbang biru berkilauan yang dijaga oleh naga dan taman bertingkat yang disebut sebagai salah satu Keajaiban Dunia Kuno?

#Pojok Sejarah


 Peradaban Babilonia, yang berpusat di kota kuno Babilon di Mesopotamia (sekarang wilayah Irak), merupakan salah satu peradaban paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Terkenal dengan kemajuan dalam hukum, arsitektur, astronomi, dan matematika, Babilonia mengalami dua periode kegemilangan utama yang meninggalkan warisan abadi bagi umat manusia. Artikel ini akan mengupas tuntas perjalanan peradaban Babilonia, dari awal mula berdirinya, masa kejayaannya yang gemilang, hingga keruntuhannya.

Awal Mula: Kebangkitan Bangsa Amorit

​Sejarah Babilonia dimulai sekitar awal milenium kedua SM ketika bangsa Amorit, suku Semit nomaden, mulai menetap di Mesopotamia. Mereka secara bertahap mengambil alih kota-kota yang sebelumnya dikuasai oleh bangsa Sumeria dan Akkadia. Pada sekitar tahun 1894 SM, seorang pemimpin Amorit bernama Sumu-abum mendirikan dinasti pertama di Babilon, yang saat itu masih merupakan kota kecil. Selama lebih dari satu abad berikutnya, para penerusnya perlahan-lahan memperluas wilayah kekuasaan mereka.

Puncak Pertama: Kekaisaran Babilonia Lama dan Kode Hammurabi

​Masa kegemilangan pertama Babilonia terjadi di bawah pemerintahan raja ke-6 nya, Raja Hammurabi (memerintah sekitar 1792-1750 SM). Hammurabi adalah seorang ahli militer dan diplomat ulung yang berhasil menaklukkan seluruh Mesopotamia, menyatukan wilayah-wilayah yang terpecah di bawah panji Babilon. Dengan penaklukan ini, ia mendirikan Kekaisaran Babilonia Lama.

​Namun, pencapaian Hammurabi yang paling terkenal adalah kodifikasi hukumnya yang monumental, yang dikenal sebagai Kode Hammurabi. Terpahat pada sebuah prasasti batu setinggi lebih dari dua meter, kode ini berisi 282 hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari perdagangan dan properti hingga keluarga dan perbudakan. Salah satu prinsipnya yang paling dikenal adalah "mata ganti mata, gigi ganti gigi" (lex talionis), yang mencerminkan upaya untuk menciptakan keadilan yang setimpal. Kode Hammurabi merupakan salah satu perangkat hukum tertulis terlengkap dan tertua di dunia, yang memberikan wawasan berharga tentang struktur sosial dan keadilan pada masa itu.

​Selain hukum, peradaban Babilonia Lama juga mencapai kemajuan signifikan dalam bidang matematika, mengembangkan sistem bilangan berbasis 60 (seksagesimal) yang jejaknya masih dapat kita temukan hingga kini dalam pembagian waktu (60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam) dan lingkaran (360 derajat). Mereka juga ahli dalam astronomi, mengamati pergerakan bintang dan planet untuk tujuan keagamaan dan pertanian.

​Setelah kematian Hammurabi, kekuatan Kekaisaran Babilonia Lama perlahan-lahan memudar. Serangan dari bangsa Het pada sekitar tahun 1595 SM akhirnya meruntuhkan dinasti Hammurabi.

Masa Peralihan: Dominasi Bangsa Kass

​Setelah jatuhnya Kekaisaran Babilonia Lama, Babilonia memasuki periode yang dikuasai oleh bangsa Kass, suku dari Pegunungan Zagros. Bangsa Kass memerintah selama lebih dari empat abad (sekitar 1595-1155 SM). Meskipun tidak se-inovatif pendahulu mereka, bangsa Kass berhasil menjaga stabilitas dan melestarikan budaya Babilonia yang sudah ada. Mereka mengadopsi dewa-dewi dan praktik keagamaan Babilonia, memastikan kelangsungan tradisi budaya di wilayah tersebut.

Puncak Kedua: Kegemilangan Kekaisaran Babilonia Baru

​Setelah periode dominasi Asiria, Babilonia bangkit kembali dengan kekuatan penuh di bawah Kekaisaran Babilonia Baru atau Kekaisaran Kasdim (626-539 SM). Pendirinya adalah Nabopolassar, seorang pemimpin Kasdim yang berhasil memberontak melawan kekuasaan Asiria dan merebut kembali kemerdekaan Babilonia.

​Puncak kegemilangan Kekaisaran Babilonia Baru dicapai di bawah pemerintahan putra Nabopolassar, Nebukadnezar II (memerintah 605-562 SM). Nebukadnezar II adalah seorang penguasa yang ambisius dan pembangun yang hebat. Ia melancarkan kampanye militer yang sukses, memperluas kekaisarannya hingga ke Suriah dan Yudea, termasuk penaklukan Yerusalem pada tahun 586 SM.

​Di bawah pemerintahannya, kota Babilon dibangun kembali menjadi kota metropolis yang paling megah di dunia kuno. Proyek-proyek arsitekturnya yang monumental menjadi legenda, di antaranya:

  • ​Gerbang Ishtar: Gerbang masuk utama ke kota Babilon yang dihiasi dengan bata berlapis glasir biru cemerlang dan relief-relief naga (simbol dewa Marduk) dan banteng (simbol dewa Adad). Gerbang ini merupakan simbol kemegahan dan kekuatan Babilonia.
  • Taman Gantung Babilonia: Meskipun keberadaan arkeologisnya masih menjadi perdebatan, Taman Gantung digambarkan oleh para sejarawan kuno sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno. Konon, taman ini dibangun oleh Nebukadnezar II untuk istrinya yang merindukan pemandangan hijau di tanah kelahirannya. Taman ini digambarkan sebagai serangkaian teras bertingkat yang ditanami berbagai macam pohon dan tanaman eksotis, diairi oleh sistem irigasi yang canggih.
  • ​Ziggurat Etemenanki: Sebuah menara kuil besar yang didedikasikan untuk dewa pelindung Babilon, Marduk. Bangunan ini sering dihubungkan dengan kisah Menara Babel dalam Alkitab.

​Masyarakat Babilonia Baru juga terus mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya astronomi. Para astronom Babilonia menciptakan zodiak dan mengembangkan metode matematika untuk memprediksi pergerakan benda-benda langit.

Keruntuhan Peradaban Babilonia

​Setelah kematian Nebukadnezar II, Kekaisaran Babilonia Baru mulai mengalami kemunduran. Para penggantinya kurang cakap dan menghadapi perselisihan internal. Raja terakhir Babilonia, Nabonidus (memerintah 556-539 SM), tidak populer di kalangan para pendeta dewa Marduk karena ia lebih memuja dewa bulan, Sin. Ia juga menghabiskan waktu bertahun-tahun di pengasingan di Arab, menyerahkan pemerintahan kepada putranya, Belsyazar.

​Kondisi internal yang tidak stabil ini dimanfaatkan oleh kekuatan baru yang sedang naik daun di timur: Persia. Pada tahun 539 SM, Koresh Agung, raja Kekaisaran Akhemeniyah Persia, menyerbu Babilonia. Menurut catatan sejarah, pasukan Persia berhasil menaklukkan kota Babilon tanpa pertempuran besar, kemungkinan dengan mengalihkan aliran Sungai Efrat untuk memasuki kota.

​Jatuhnya Babilon ke tangan Persia menandai berakhirnya Kekaisaran Babilonia Baru dan akhir dari era dominasi Mesopotamia oleh bangsa asli. Meskipun kota Babilon tetap menjadi pusat budaya dan administrasi yang penting di bawah kekuasaan Persia, kemandirian politiknya telah sirna. Peradaban Babilonia, dengan segala pencapaiannya yang luar biasa dalam hukum, arsitektur, dan ilmu pengetahuan, telah mencapai akhir dari perjalanannya yang panjang dan gemilang, namun warisannya terus hidup dan mempengaruhi peradaban-peradaban berikutnya.


Editor: Adito

Bagikan Artikel